Mengapa Tidak Banyak Konselor Laki-laki? Itu Membuat Saya Ragu-ragu Menjadi Konselor.

Oleh: Nur Mardliana Sari* (Konselor)

Adik-adik, dunia kerja adalah panggilan jiwa. Di mana seseorang bekerja dan apa profesi yang ditekuninya merupakan hasil pemikiran yang panjang karena minat, bakat, dan pengalamannya berbeda-beda.

Pilihan pekerjaan ditentukan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah jenis kelamin. Biasanya perempuan memilih pekerjaan yang bersifat persuasi verbal dan tidak berisiko tinggi, sementara laki-laki identik dengan pekerjaan berat, berisiko tinggi, serta berkaitan dengan ranah publik.

Nah, profesi sebagai konselor banyak diminati oleh perempuan. Salah satu alasannya karena perempuan memiliki sifat kesosialan yang membuatnya lebih cepat membuka diri terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya. Dalam membahas suatu masalah, perempuan lebih rinci dibandingkan laki-laki. Secara psikologis, perempuan juga merasa terikat melalui masalah dan perasaan saling berbagi.

Selain itu, perempuan memiliki sifat suka melindungi dan memelihara. Sifat kelembutan dan keibuannya membantu perempuan merasa empati terhadap permasalahan orang lain. Karena itu, biasanya wanita memilih bidang dan pekerjaan yang banyak mengandung unsur relasi-emosional dan pembentukan perasaan, misalnya menjadi guru, perawat, bidan, dokter, atau konselor psikologi.

Kebanyakan orang datang pada konselor psikologi untuk berkonsultasi masalah yang terjadi dalam rumah tangga dan keluarga. Nah, hal ini diminati oleh perempuan karena perempuan lebih memilih hal-hal yang sifatnya praktis dan lebih meminati segi-segi kehidupan yang konkrit.

Sementara itu, laki-laki yang menjadi konselor psikologi pada umumnya tertarik pada segi-segi kejiwaan yang abstrak dan perlu dipikirkan lebih lanjut, misalnya gangguan perilaku atau gangguan mental.

proses-konseling

Baik konselor laki-laki maupun konselor perempuan memiliki tujuan yang sama, yaitu membantu klien menemukan solusi atas permasalahannya, walaupun dengan cara dan pendekatan yang berbeda. Laki-laki lebih mengambil peran untuk memberikan motivasi dan pengarahan. Laki-laki lebih jujur dalam mengemukakan pendapat dan berkomentar, sementara perempuan lebih peka dan berhati-hati.

Jadi, terkait dengan profesi sebagai konselor, baik laki-laki maupun perempuan sebetulnya memiliki  kesempatan yang sama. Laki-laki juga bisa menjadi konselor yang handal. Melalui komunikasi dan pendekatan yang baik, Adik-adik yang berjenis kelamin laki-laki akan mampu menjadi konselor yang baik dan memiliki klien yang banyak tanpa takut tersaingi dengan konselor perempuan.

Selamat belajar Adik-adik. Kelak bila Adik-adik menjadi konselor, banggalah karena sudah bisa membantu orang lain dengan kemampuan dan keberanian yang Adik-adik miliki.

Sumber gambar: http://blog.uad.ac.id/

*Nur Mardliana Sari meraih gelar sarjana dalam bidang psikologi dari Universitas Proklamasi 45, Yogyakarta, pada tahun 2004. Saat ini ia bekerja sebagai konselor yang memberikan penyuluhan di Poli Tumbuh Kembang RSUD Dr. R. Soedjono Selong, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.

2 thoughts on “Mengapa Tidak Banyak Konselor Laki-laki? Itu Membuat Saya Ragu-ragu Menjadi Konselor.

  1. Vika says:

    Untuk penanya (yeremia on)
    1. Memangnya kalau menjadi konselor harus ada teman laki-lakinya? Anda mau menjadi konselor atau mau nyari konselor laki-laki?
    2. Kalau niat yaa gausah ragu” , mau ada laki”nya tidak, mau ada yg kerja atau tidak kalau niat yaa tinggal ditekuni saja, simpel kan..

Tulis komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: