Pada jam makan siang, suatu hari di kantin sekolah, terjadilah percakapan antara seorang anak dan beberapa guru. Mereka membicarakan mengapa ada cinta. Percakapan ini dipicu oleh pertanyaan Sofi. Guru-guru yang ada saat itu adalah Bu Ana, Bu April, Pak Adi dan Pak Anton. (Nah, nama-nama tersebut adalah karangan saja, ya, kecuali Bu April, tentu saja.)
Sofi bertanya, “Bu Ana, mengapa ada cinta di dunia ini, Bu?” Bu Ana, seorang guru Bimbingan dan Konseling menatap Sofi penuh perhatian. Lalu Bu Ana berkata, “Mungkin Pak Anton yang mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial bisa menjawab?”
Pak Anton tersenyum lalu mulai menjawab, “Manusia itu adalah makhluk yang dianugerahi rasa ingin tahu.” “Bagaimana rasa ingin tahu itu bisa dimiliki oleh manusia, Pak Anton yakin, Pak Adi bisa menjawabnya,” begitu kata Pak Anton sambil menoleh pada Pak Adi.
Pak Adi berdehem sebentar, “Rasa ingin tahu manusia itu terjadi karena manusia punya panca indera. Manusia mengenal alam sekitar termasuk manusia lainnya dengan cara melihat, mendengar, mencecap, menghirup aroma, dan merasakan sentuhan.” Lalu Pak Adi menghirup jus jeruknya.
Katanya lagi, “Semua yang dialami oleh panca indera itu adalah informasi yang dikirimkan kepada otak. Otak kemudian mengolah informasi itu sebagai alasan untuk membuat keputusan.” Pak Adi berhenti sebentar, “Otak harus memutuskan, apakah yang kita lihat, dengar, cecap, hirup atau sentuh itu aman atau berbahaya bagi kita.” “Jika otak berkata, ‘berbahaya’, maka kita biasanya akan menjauh. Jika otak berkata, ‘aman’, maka kita biasanya mendekat.”
Bu Ana dan Pak Anton memperhatikan Pak Adi dengan sungguh-sungguh. Bu April sendiri sibuk memperhatikan semut-semut yang datang beriringan di atas meja makan.
“Nah, lihat Bu April,” kata Pak Adi. Sofi tertawa, Bu Ana dan Pak Anton juga, sedangkan Bu April bingung tak tahu mengapa ditertawakan.
“Bu April mengamati semut karena menurut otak Bu April, informasi tentang semut yang diterima melalui mata Bu April, semut itu tidak berbahaya.” Begitu kata Pak Adi sambil senyum-senyum. “Karena tidak berbahaya, makanya Bu April kemudian mengamati semut-semut itu lebih teliti.” Hal ini disebut sebagai rasa ingin tahu atau ketertarikan”. Pak Adi mengakhiri penjelasannya.
“Pak Anton mungkin bisa menambahkan?” Bu Ana bertanya. “Ya,” jawab Pak Anton. “Rasa ingin tahu atau ketertarikan itu membuat kita manusia bergaul dengan manusia lainnya. Rasa ingin tahu membuat kita bertanya-tanya apakah si A berbagi hal yang sama dengan kita atau tidak.” Pak Anton berhenti sebentar, lalu menghirup sedikit kopinya yang masih panas. ”Nah, dalam Ilmu Pengetahuan Sosial, itu disebut sebagai ’interaksi sosial’.”
Lalu Pak Anton menunjuk pada sekelompok siswa yang sedang main basket. “Lihat mereka, yang suka basket akan berkumpul dengan siswa yang sama-sama suka basket, lalu mereka bermain.” Sofi dan guru-guru lain melihat ke arah lapangan basket.
”Semakin kita merasa cocok dengan orang lain, semakin tinggi rasa ingin tahu kepada orang itu, juga semakin tinggi perasaan ingin lebih dekat kepada orang itu. Sebaliknya, jika kita tidak merasa cocok, yah, yang terjadi adalah pertemanan biasa saja.” Pak Anton menyimpulkan.
”Nah, ketika kita mulai merasa cocok, dengan tanda-tanda rasa ingin tahu mulai meninggi … eng–ing–eng … kita mulai PDKT nih, pendekatan …” Bu Ana menimpali, Bu April, sih, mengangguk-angguk saja. ”Kita ingin tahu tidak saja hal-hal umum tentang orang itu. Kita juga ingin tahu hal-hal kecil tentang dirinya.”
”Lalu, kita mulai mengistimewakan orang itu, iya, ‘kan?” Tiba-tiba Bu April menyeletuk. Bu Ana, Pak Adi, Pak Anton, dan Sofi terkaget-kaget, lalu tertawa. ”Iya,” sambung Bu Ana. ”Terdengar kabar sedikit saja kalau orang itu sakit demam panas tinggi, hati kita merasa sedih. Tahu gosip secuil saja kalau dia prestasi belajarnya menurun, kita langsung tidak enak hati.” ”Itu artinya kita mulai jatuh cinta!” sekali lagi Bu April mengagetkan semua orang.
Sofi mencubit Bu April, Bu April meringis balas mencubit. ”Betul,” kata Bu Ana, ”Jika perhatian kita terhadap orang itu melebihi perhatian kita kepada orang lainnya, itu artinya kita mulai jatuh cinta.”
”Tunggu-tunggu,” kata Sofi. ”Jadi, kita tertarik pada orang itu karena rasa ingin tahu pada orang itu?” ”Iya, sih,” jawab Bu Ana, Bu April, Pak Adi dan Pak Anton berbarengan. ”Jadi, rasa ingin tahu kita meninggi ketika kita tahu bahwa kita punya kecocokan dengan orang itu?” ”Iya, sih,” lagi-lagi Bu Ana, Bu April, Pak Adi dan Pak Anton menjawab berbarengan.
”Jadi, kecocokan itu membuat kita ingin tahu, lagi, lagi, dan lagi?” Sofi penasaran. ”Iya, sih.” Wah, sekali lagi jawaban Bu Ana, Bu April, Pak Adi dan Pak Anton berbarengan. ”Jadi, cinta itu berasal dari mana?” Sofi menggoyang-goyang lengan Bu Ana. ”Eng, kamu mau tahu, mau tahu aja, atau mau tahu banget?” goda Pak Adi, Sofi cemberut.
”Singkatnya, cinta muncul karena interaksi sosial!” kata Pak Anton tiba-tiba. Sofi kaget langsung berhenti menarik perhatian Bu Ana. ”Rasa ingin tahu kita atau ’kepo’ itu, dan keinginan kita untuk berkelompok dengan orang yang punya kesamaan dengan kita, itu disebut sebagai interaksi sosial,” Pak Anton menjelaskan. Sofi mengerutkan kening. Pak Anton mengerti bahwa Sofi masih kurang paham.
“Cinta muncul karena kita bersedia mendengar, melihat, berbicara dan berbuat kepada orang-orang di sekitar kita. Cinta muncul karena kita tidak menutup diri terhadap lingkungan sekitar kita. Cinta muncul karena kita peduli kepada orang-orang di sekitar kita. Cinta muncul karena kita bergaul satu sama lainnya dalam dunia kita,” Pak Anton menjelaskan panjang lebar. “Itu semua, adalah satu bentuk interaksi sosial,” lanjut Pak Anton. “Dan, interaksi sosial hanya bisa muncul jika kita tidak takut!” akhirnya Pak Anton mengakhiri penjelasannya.
“Aha! Aku tahu!” mata Sofi yang bulat itu membesar, seperti biasa ketika ia menemukan jawaban soal-soal untuk pekerjaan rumahnya. “Tahu apa?” Bu Ana, Bu April, Pak Adi dan Pak Anton bertanya keheranan. “Aku tahu mengapa ada cinta!” Sofi menjawab dengan yakin. Sofi lalu berkata, “Cinta ada karena kita adalah manusia!” Bu Ana dan Pak Adi menatap Sofi dengan pandangan kagum.
Bu April menatap mereka dengan bingung. Dan, Pak Anton mengamati semua mereka semua sambil tersenyum. “Kok, singkat sekali jawaban Sofi?” Bu April bertanya sambil melihat Sofi dengan penasaran. “Itu karena Sofi bisa menarik simpulan dari uraian Pak Adi dan Pak Anton, Bu April!” Bu Ana menjawab pertanyaan Bu April sambil menutup mulut karena tertawa.
“Hmmm … itu artinya Bu April belum bisa menyimpulkan pembicaraan ini, ya?” Pak Anton menggoda. Bu April menggeleng. “Coba, Sofi, jelaskan kepada Bu April mengapa cinta ada karena kita adalah manusia.”
Sofi menarik nafas sebentar seolah-olah ia akan mengikuti lomba pidato. “Begini, Bu April.” Sofi berhenti sebentar, “Kata Pak Adi, kita, ‘kan, punya panca indera untuk mengetahui dunia sekitar. Tapi, hewan, ‘kan, juga punya!” Sofi berkata berapi-api. “Nah, kata Pak Anton, kita manusia punya rasa ingin tahu dan harus bergaul dengan manusia lainnya,” Sofi terus bebicara tak bisa dihentikan.
“Nah, kita berbeda dengan hewan! Kita juga bisa mengetahui dunia sekitar dengan cara bertanya kepada orang lain, tidak hanya melalui panca indera kita! Hewan, ‘kan, tidak bisa bertanya dengan sesama hewan, begitu, kan?
Itu, ‘kan, yang namanya bergaul? Itu, ‘kan, yang namanya interaksi sosial?” Sofi memang bertanya, tapi sebenarnya ia ingin mengatakan bahwa ia memang benar. Bu Ana, Bu April, Pak Adi dan Pak Anton berbarengan mengangguk setuju. “Nah, lama-lama kita, mungkin ‘kali, ya, kita merasa cocok dengan orang itu, t’rus, ya, akhirnya merasa senang, t’rus, PDKT, t’rus jadian deh! Gitu!” Sofi mengakiri pendapatnya dengan rasa puas.
Bu April sedikit bengong, ia tidak menyangka Sofi bisa menjelaskan mengapa ada cinta dengan begitu mudah.
“Nah, ya,” Bu Ana menyambung, “penting diingat, cinta muncul hanya karena ada keberanian untuk bergaul dengan orang lain.” “Oh, jadi, kalau tidak berani bergaul dengan orang lain, kita tidak bisa jatuh cinta, begitu?” Bu April bertanya.
“Nah, bagaimana bisa jatuh cinta, berkenalan untuk mengetahui orang lain saja tidak mau!” Pak Anton menyambar. “Iya, tuh,” sambung Pak Adi, “Kata nenek, tak kenal maka tak sayang!”
Bu April mengangguk setuju, Bu Ana dan Pak Anton senyum-senyum kecil. “Iya, lebih baik kita berkenalan dengan banyak orang dulu sebelum kita mengatakan, ‘aku jatuh cinta’,” Bu Ana mengakhiri percakapan, soalnya bel masuk kelas telah berbunyi. Semua orang mengemasi makan siang mereka. Sofi berpamitan pada Bu Ana, Bu April, Pak Adi dan Pak Anton, lalu ia segera masuk ke kelasnya.
Sumber gambar: http://cisaschools.com
*Aprileny meraih gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris dari FKIP Universitas Jambi pada tahun 2006. Ia mengajar Bahasa Inggris di SMP Harapan Bangsa Modernhill, Pondok Cabe, Tangerang. Ia menyukai dunia linguistik terapan dalam pengajaran bahasa, sains populer, dan kajian sosial-budaya.
Makjos!!