Oleh: E. Sungging Mumpuni* (Astronom)
Apabila kita bertanya tentang luas, maka hal yang pertama kita harus ketahui adalah ukurannya, dan bagaimana mengukurnya. Seperti dalam geometri dasar, luas sebuah persegi panjang itu ditentukan oleh panjang dan lebarnya. Untuk itu kita harus mengukur panjang dan lebarnya dengan menggunakan alat ukur (misalnya penggaris). Kemudian kita hitung (dengan operasi perkalian) luas persegi panjang tersebut.
Ukuran panjang dan lebar merupakan ukuran jarak. Demikian juga, apabila kita ingin mengetahui berapa luas alam semesta, maka kita harus memperoleh ukuran jarak yang bisa kita ukur.
Semenjak awal zaman, manusia selalu ingin tahu tentang alam semesta kita. Nenek moyang kita menganggap bahwa alam semesta berpusat di Bumi, dan semua benda langit berputar mengelilingi Bumi. Ketika pengetahuan semakin berkembang, kita mengetahui bahwa ternyata Bumi bukanlah merupakan pusat, tetapi bergerak mengitari Matahari bersama tujuh planet lainnya.
Bahkan Matahari bukanlah sebuah bintang yang istimewa, tetapi hanyalah sebuah bintang sub-katai yang berhimpun di dalam galaksi Bima Sakti. Bima Sakti pun hanyalah sebuah galaksi di antara banyak galaksi yang ada di alam semesta.
Lalu bagaimana kita bisa mengetahui itu semua? Satu-satunya cara untuk bisa mengukurnya, maka alat ukur yang dipergunakan adalah cahaya yang dikumpulkan untuk dipelajari. Alat ukurnya disebut sebagai teleskop, yang tugasnya adalah untuk mengumpulkan cahaya dari benda langit, untuk dilakukan pengukuran.
Dari ilmu Fisika Modern, sekarang kita tahu bahwa cahaya itu mempunyai kecepatan yang tetap, sehingga ketika kita bisa menentukan kapan cahaya mulai dikirimkan dari sumber, kita bisa menentukan jaraknya.
Misalnya, ketika kita bisa menentukan bahwa cahaya dari Matahari memerlukan waktu 8 menit untuk sampai ke Bumi, maka jarak Bumi-Matahari itu mencapai 150 juta kilometer. Dengan mempergunakan prinsip yang sama, maka para ahli astronomi mencoba menentukan jarak benda-benda yang paling jauh yang bisa diamati, untuk bisa menentukan luas alam semesta.
Dengan teknologi yang kita punya saat ini berhasil diperoleh bahwa galaksi yang terjauh berjarak hampir 14 milyar tahun cahaya, atau mencapai hampir 500 juta trilyun (500 dengan 21 angka nol di belakang) kilometer.
Dari pengamatan yang sangat cermat, diperoleh bahwa jarak 14 milyar tahun cahaya itu adalah sama ke segala arah, dengan demikian dapat dikatakan bahwa jarak terjauh yang bisa diamati adalah sama ke segala arah, yang dapat digambarkan seperti bola dengan diameter 28 milyar tahun cahaya.
Tetapi apakah hal tersebut merupakan luas alam semesta? Paling tidak, itu adalah luas alam semesta yang bisa diamati hingga saat ini. Para ahli astronomi masih mencoba menjawab sampai di manakah tepi batas alam semesta. Mungkin alam semesta lebih luas daripada yang bisa kita ukur.
Sumber gambar: Wikipedia
*E. Sungging Mumpuni meraih gelar doktor dalam bidang Astronomi dari Institut Teknologi Bandung pada tahun 2015. Ia bekerja sebagai peneliti di LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) dan tercatat sebagai anggota Himpunan Fisika Indonesia, khususnya dalam bidang Astronomi dan Sains Antariksa.
Pingback: Berapa Luas Alam Semesta? - Bimaarea