Oleh: Erma Yulihastin* (Peneliti Sains Atmosfer)
Adik-adik, ada yang pernah naik pesawat? Jika Adik-adik naik pesawat, pilihlah tempat dekat jendela, lalu lihatlah pemandangan ke luar jendela. Apakah yang adik-adik lihat?
Yup, awan yang melayang-layang, ada yang tipis, ada yang tebal. Warna awan pun beragam, ada yang putih cemerlang, ada juga yang kelabu kelam. Bagaimana bentuk awan-awan itu? Aha, awan-awan yang tipis itu berbentuk seperti kapas-kapas raksasa, bukan?
Jika awan-awan tipis yang putih cemerlang itu bak kapas-kapas raksasa, lalu bagaimana menurutmu sifat permukaannya? Kasar seperti permukaan kayu atau halus dan lembut bagaikan permukaan kapas?
Hmm… Adik-adik, saat kita menyentuh sifat permukaan suatu benda dan mencoba merasakannya, maka ini biasanya hanya berlaku untuk benda yang hampir seluruhnya terdiri dari zat padat atau cair.
Tapi bisakah Adik-adik menyentuh dan merasakan permukaan udara yang merupakan zat gas? Misalnya saja asap yang timbul dari kebakaran. Dapatkah Adik-adik merasakan permukaan asap? Ho ho.. tentu tidak bisa, bukan? Sama saja seperti asap, awan pun demikian.
Asap merupakan udara yang bercampur dengan partikulat padat hasil pembakaran, sedangkan awan adalah udara yang bercampur dengan uap air, es, dan salju. Meskipun ada zat padat seperti es dan salju, namun sebagian besar materi yang menyusun awan adalah gas. Apalagi letak awan melayang-layang di udara dan menyatu dengan atmosfer yang merupakan gas raksasa yang menyelimuti bumi.
Karena itu, Adik-adik, permukaan awan tidak dapat dirasakan dan didefinisikan sebagaimana zat padat atau zat cair lainnya sebagai keras atau lembut.
Tapi Adik-adik dapat merasakan permukaan zat-zat yang jatuh dari awan seperti air hujan, es, salju. Nah, kini cobalah jawab sendiri, bagaimana permukaan air, es, dan salju? Dapatkah kau merasakannya? Keras atau lembut, ya?
Sumber gambar: http://paper4pc.com
*Erma Yulihastin lahir pada tahun 1979 di Lamongan, Jawa Timur. Ia menamatkan sekolah hingga SMU di Lamongan. Pada tahun 1997-2002 ia menempuh studi di Institut Teknologi Bandung, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, dan semasa kuliah ia aktif menulis di Pikiran Rakyat. Sejak 2008 ia bekerja di LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) sebagai Peneliti Sains Atmosfer pada Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer, Bandung.
Wah saya kagum sama penulisnya, peneliti sains atmosfer dan lulusan ITB. :’) Hmm dari dulu pengen banget bisa mengenyam pendidikan di ITB. Kalau menurut saya memegang awan itu seperti halnya kita memegang buih. hehehe
Kak..mau tanya
kenapa kalau awan bergerak maka lapisan bawahnya akan datar?