Oleh: Dhitta Puti Sarasvati* (Pengajar & Pengurus Ikatan Guru Indonesia)
Sistem sekolah di Indonesia yang sekarang menyebabkan kita harus memilih peminatan (jurusan) sejak tingkat SMA. Kalau kita bersekolah di SMA, kita harus memilih untuk masuk jurusan IPA, IPS, atau Bahasa. Kalau kita bersekolah di SMK kita harus memilih untuk masuk jurusan akomodasi perhotelan, teknik gambar bangunan, teknik mesin, dan sebagainya. Ketika melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, kita harus memilih mau masuk jurusan pendidikan matematika, kedokteran gigi, jurnalistik sosiologi, dan sebagainya.
Melihat prospek kerja tentu bisa menjadi salah satu dasar dalam memilih jurusan. Namun, sebaiknya itu tidak menjadi satu-satunya dasar dalam memilih jurusan. Bisa jadi jurusan yang kamu pilih memiliki prospek kerja bagus, tapi bidangnya tidak kamu sukai. Misalnya, prospek kerja bagi lulusan Akutansi bagus tapi kamu tidak suka mengurus transaksi keuangan. Bisa saja sih memaksakan diri belajar Akutansi, tapi apakah akan efektif?
Prospek kerja juga berubah dari zaman ke zaman. Pernah ada masa di mana pekerjaan sebagai stenografer sangat dibutuhkan. Mereka bertugas mencatat hasil persidangan menggunakan tangan secara cepat. Kini ada teknologi semacam tape recorder, dan mesin pencatat otomatis. Jadi, banyak stenografer yang harus beralih profesi. Apa yang terjadi pada para stenografer bisa terjadi pada profesi lain. Ada pekerjaan yang sekarang sangat dibutuhkan tapi belum tentu dibutuhkan di masa yang akan datang.
Ada juga jurusan-jurusan yang prospek kerjanya seakan-akan kurang menjanjikan. Jurusan seperti filsafat, astronomi, arkeologi, antropologi, sejarah, dan sastra. Namun, apakah itu berarti sebaiknya tidak ada yang mengambil jurusan tersebut? Tidak, ‘kan? Kita tetap memerlukan filsuf, astronom, arkeolog, antropolog, sejarawan, dan ahli sastra. Kalau kamu memang menyukai bidang-bidang tersebut, memilih jurusan-jurusan tersebut bisa jadi pilihan tepat!
Yang senantiasa berkembang sebenarnya bukan hanya prospek kerja. Sebagai manusia, minat kita juga bisa berkembang. Misalnya, waktu SMA seseorang memilih jurusan IPA karena memang suka biologi, kimia, dan matematika. Lalu, dia melanjutkan studi di jurusan biologi. Namun, dengan bertambahnya pengalaman, bacaan, dan wawasan, dia mulai menyukai bidang lain, misalnya jurnalistik. Akhirnya, di kemudian hari dia justru bekerja sebagai seorang wartawan dan bukan biolog, misalnya. Kasus seperti ini tidak jarang terjadi.
Pekerjaan kita di masa mendatang tidak semata-mata ditentukan oleh jurusan yang kita pilih. Asalkan kita senantiasa mengembangkan kemampuan berpikir, kreativitas, dan memiliki karakter yang baik, selalu akan ada peluang pekerjaan. Bahkan, kita bisa saja menciptakan pekerjaan sendiri. Prospek kerja bisa jadi salah satu pertimbangan dalam memilih jurusan, tapi sebaiknya tidak jadi pertimbangan satu-satunya. Minat kita tidak kalah pentingnya!
Sumber gambar: http://employer.glyndwr.prospects.ac.uk
*Dhitta Puti Sarasvati saat ini adalah pengurus Ikatan Guru Indonesia (IGI) sekaligus dosen di Fakultas Pendidikan, Sampoerna University. Sempat kuliah di jurusan Teknik Mesin tetapi karena menyukai dunia pendidikan, ia kemudian melanjutkan studi di jurusan Pendidikan Matematika. Cita-citanya sekarang adalah melanjutkan studi di jurusan Kebijakan Pendidikan.
Apakah dalam Memilih Jurusan Harus Melihat Prospek Kerja?
saya setuju karena kita harus melihat laju jurusan yang kita ambil untuk menentukan kerjaan apa yang akan diambil nantinya..
terima kasih
makasih gan infonya dan semoga bermanfaat