Oleh: Yanuar Nugroho (Pakar Manajemen & Perubahan Sosial; Asisten Ahli Kepala Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan & Pengendalian Pembangunan, Indonesia)
Ketika mendengar kata ”pemimpin”, apa yang segera terlintas di benak kita? Seorang raja? Seorang presiden? Seorang gubernur atau walikota? Bisa jadi. Karena yang sering kita lihat dan dengar, pemimpin selalu digambarkan sebagai sosok yang mempunyai kekuasaan. Dan tentu saja, seorang raja, presiden, gubernur, atau walikota punya kekuasaan.
Apa arti kekuasaan? Kemampuan untuk memerintah. Lantas, kalau begitu, apakah tugas seorang pemimpin itu memberi perintah?Jawabnya jelas: bukan. Tugas pemimpin bukanlah sekedar memberi perintah. Tugas pemimpin justru memberi contoh, memberi teladan, memberi pelayanan.
Memberi perintah tanpa memberi contoh bukanlah pemimpin. Memberi perintah tanpa melayani bukanlah pemimpin. Kalau pemimpin memerintahkan yang dipimpin untuk berdisiplin, misalnya, maka ia sendiri harus memberi contoh dengan menjalankan disiplin itu sendiri.
Bayangkan seorang bupati, walikota atau gubernur yang ingin rakyatnya berdisiplin. Ia harus selalu datang ke kantor tepat waktu, memenuhi janjinya pada karyawan dan rakyatnya. Ia tidak boleh mau menangnya atau mau enaknya sendiri dengan fasilitas kantor.
Misalnya, ketika rakyatnya macet di jalan karena banyaknya mobil pribadi, pemimpin yang baik justru tidak menggunakan voorijder demi enaknya sendiri. Ia seharusnya memikirkan bagaimana agar rakyatnya mau menggunakan kendaraan umum, dan ia sendiri memberi contoh dengan mengendarai kendaraan umum ke kantornya.
Tapi pemimpin juga bukan hanya bupati, gubernur, raja, atau presiden. Coba lihat bapak dan ibu di keluarga. Mereka adalah pemimpin. Mereka tidak hanya memberi perintah pada anak-anaknya untuk belajar atau membantu pekerjaan di rumah. Mereka memberi contoh. Dan lebih dari itu: mereka melayani.
Lihatlah bapak dan ibu yang bekerja keras membanting tulang demi anak-anaknya. Ya, seorang pemimpin pada hakekatnya adalah seorang yang melayani yang dipimpin. Pemimpin ingin yang dipimpin terpenuhi kebutuhannya, dan menjadi bahagia. Jadi, seorang pemimpin pada akhirnya harus bisa membahagiakan yang dipimpinnya.
Kini bayangkan jika semua pemimpin mau memberi contoh, mau melayani, dan membahagiakan yang dipimpinnya. Mulai dari bapak-ibu di rumah, pak lurah, guru dan kepala sekolah, hingga bupati, gubernur, dan presiden. Bayangkan jika mereka semua mau memberi contoh yang baik pada kita semua rakyatnya. Bayangkan jika mereka semua mau melayani dan membahagiakan kita rakyatnya. Indah dan menyenangkan bukan?
Lantas bagaimana dengan kita sendiri? Jangan salah: masing-masing dari kita juga adalah pemimpin. Memimpin siapa? Memimpin diri sendiri. Itu mengapa kita harus memupuk sikap dan melatih diri dengan kemampuan pemimpin: mampu memberi contoh tindakan yang baik, mampu melayani orang lain.
Caranya? Kita harus bisa dan membiasakan diri melakukan hal-hal yang kita ingin orang lain melakukannya. Misalnya: belajar dengan teratur tanpa disuruh ayah-ibu, disiplin membuang sampah ke tempatnya walau tidak ada yang mengawasi, dan lain-lain.
Kita tahu tidak baik menggantungkan diri pada pembantu di rumah (jika ada); melainkan, kita sendiri yang harus terlibat aktif membantu ayah dan ibu membereskan pekerjaan di rumah seperti menyapu, mengepel, memasak, dan melayani.
Selamat belajar menjadi pemimpin. Selamat belajar menjadi contoh, selamat belajar mulai melayani. Untuk siapa? Mari kita mulai dari mereka yang paling dekat dengan kita: keluarga. Setelah itu lihatlah keluar: ada banyak orang yang harus kita layani. Agar tak hanya keluarga yang menjadi lebih baik, tapi lingkungan sekitar, bahkan, negara. Selamat memimpin! (*GCA)
Sumber gambar: http://theparentingfiles.com.au/