Oleh: Sally Azaria* (Sarjana Sosiologi & Magister Psikologi Organisasi)
Hari Raya Imlek (Tahun Baru China) dirayakan oleh hampir semua orang keturunan China di dunia, termasuk mereka yang berada di Indonesia.
Tahun Baru Imlek ditentukan berdasarkan peredaran Bulan dan dirayakan dari tanggal 1 hingga tanggal 15 (selama 2 minggu) pada bulan ke-1 dalam kalender China. Perayaan Tahun Baru Imlek kemudian ditutup dengan perayaan Cap Go Meh, persis di hari ke 15, yaitu saat Bulan Purnama.
Dulu, keturunan Tionghoa (penyebutan bagi keturunan China di Indonesia) tidak boleh merayakan Tahun Baru Imlek di depan umum. Hal ini terjadi pada era pemerintahan Orde Baru, yaitu dari tahun 1968 hingga 1999. Pada tahun 1967, Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden no 14/1967 yang melarang semua aktivitas ke-Tionghoa-an, termasuk perayaan Tahun Baru Imlek.
Akan tetapi, saat ini Tahun Baru Imlek boleh dirayakan dengan lebih bebas oleh keturunan Tionghoa. Mereka boleh merayakan kembali Tahun Baru Imlek di tempat umum. Kebebasan ini terjadi sejak dikeluarkannya Keputusan Presiden no 6/2000 (yang menggantikan Instruksi Presiden no 14/1967) pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Bahkan, pada era Presiden Megawati, persisnya pada tahun 2003, Tahun Baru Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional.
Ada beragam tradisi yang lekat dengan perayaan Tahun Baru Imlek, khususnya di Indonesia. Beberapa diantaranya adalah tradisi makan bersama keluarga besar, pertunjukan liang liong dan barongsai di tempat umum, membagi hung bao (angpao), serta mengucapkan Gong Xi Fa Cai.
Tradisi makan bersama biasanya dilakukan pada malam Tahun Baru Imlek. Biasanya anak-anak yang sudah menikah datang ke rumah orang tuanya, atau cucu-cucu ke rumah kakek nenek mereka. Tradisi yang paling dinanti oleh anak-anak di Tahun baru Imlek adalah pembagian angpao dari mereka yang tua dan atau sudah menikah kepada mereka yang masih muda (dan belum menikah) atau anak-anak.
Pengucapan Gong Xi Fa Cai, yang secara sederhana berarti “Selamat dan Semoga Sejahtera”, juga biasa dilakukan pada Tahun Baru Imlek sebagai kalimat pengharapan untuk tahun selanjutnya.
Rujukan: Setiono, Benny G. (2003): Tionghoa dalam Pusaran Politik. Jakarta: Elkasa
Sumber gambar: http://vivinbali.blogspot.com
*Sally Azaria adalah sarjana Sosiologi yang meraih gelar magister dalam bidang Psikologi Organisasi dari Universitas Airlangga pada tahun 2012. Ia sekarang mengajar di Universitas Kristen Petra Surabaya dan menjalankan bisnis Jeanie’s Secret Recipe.