Oleh: Rocky Gerung* (Ahli Filsafat)
“Apa kabar, anak-anak yang cerdas?” Kalimat ini juga adalah pertanyaan. Artinya, ada jawabannya. Tetapi saya bisa menduga kalian akan menjawab serempak: “Baiiiiiik..!” Tetapi, bagaimana jawaban kalian bila saya bertanya lagi: “Mengapa harus baik?”. Nah, saya tahu kalian akan saling tersenyum, sambil berpikir, dan mulai berdiskusi..
Jadi, pertanyaan akan selalu ada dalam hidup kita. Pertanyaan itu seperti bayang-bayang. Kemana kita pergi, ia bersama kita. Pertanyaan bahkan membayangi kita ketika kita tidur, dalam bentuk mimpi. Buktinya, sering kalian bangun pagi dan saling membawa cerita mimpi kalian ke kelas, lalu mulai saling bertanya: “apa artinya ya, mimpi aku semalam?”.
Begitulah, selama kita hidup, kita akan terus bertemu dengan persoalan. Artinya, kita akan terus bertanya tentang segala peristiwa. Peristiwa itu ada yang kita alami secara nyata (kita lihat dengan mata kepala sendiri, kita rasakan dan alami bersama-sama, sering kita sebut peristiwa kongkrit), juga ada peristiwa yang hanya kita bayangkan dalam pikiran (kalian mungkin menyebutnya “ah,.. abstrak tu”) Tetapi baik yang nyata (kongkrit), maupun yang hanya di pikiran (abstrak), dua-duanya memerlukan jawaban yang harus dipikirkan. Itulah yang membuat kita disebut mahluk yang berpikir. Artinya, manusia hidup dengan usaha keras untuk menjawab berbagai pertanyaan. Dengan menjawab itu, kehidupan menjadi lebih baik, dan dapat dijalani dengan penuh tanggung jawab, karena kita sendiri yang memecahkan persoalannya.
Sebagai contoh, bila kalian bertanya tentang mengapa terjadi banjir, maka kalian berpikir keras tentang hubungan antara penebangan hutan dan peristiwa banjir itu. Kalian dapat menjawabnya dengan menunjuk hutan yang gundul. Atau teman kalian berpendapat bahwa bukan hutan yang gundul penyebab banjir, tetapi sungai yang tersumbat sampah penyebabnya. Jadi, ada banyak jawaban tentang satu pertanyaan. Dengan kata lain, bertanya menimbulkan diskusi. Lalu muncul jawaban yang lebih lengkap. Dengan cara seperti itu ilmu pengetahuan bertumbuh. Maka, kehidupan menjadi lebih baik karena kita menemukan cara untuk mencegah banjir, misalnya.
Juga ada pertanyaan yang masalahnya tidak dapat dilihat dengan mata, seperti kita melihat banjir tadi. Misalnya kalian bertanya, mengapa harus ada ilmu matematika? Bukankah kita dapat melihat langsung jumlah jari di tangan kita. Oke deh, tetapi banyak hal juga yang akan sangat melelahkan bila harus dihitung dengan mengandalkan pancaindera. Karena itu perlu menghitungnya dengan rumus atau, nanti kalian akan menyebutnya “menghitung dengan teori”. Itu namanya cara menjawab secara abstrak. Lain kali kita bicarakan itu. Teruslah bertanya, anak-anak cerdas. Salam.
Sumber gambar: http://carleton.ca
*Rocky Gerung adalah seorang dosen di Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia.
bisa kirim pertanyaan tidak?
Umur berapa ya?