Oleh: Harkunti P. Rahayu (Pakar Mitigasi Bencana)
Hmm.. pertama apa yang adik-adik ketahui tentang bencana alam, terutama di Indonesia?
Bencana alam merupakan peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia, biasanya merugikan. Di Indonesia, kita mengenal bencana-bencana alam seperti gempa bumi, banjir, dan tsunami. Misalnya, tsunami tahun 2004 lalu yang merugikan saudara-saudara kita di Aceh sana, gempa Yogyakarta pada tahun 2006, dan banjir yang sering menimpa ibukota Jakarta. Bagaimana kita bisa mencegahnya, ya?
Adik-adik yang manis dan pintar, bencana alam memang tidak bisa dicegah tetapi dampak merugikan yang diakibatkan oleh bencana tersebut bisa kita kurangi. Sebenarnya, banyak yang bisa dilakukan agar kita lebih siap siaga menghadapi bencana. Misalnya, secara umum upaya menanggulangi bencana bisa dibagi menjadi dua kategori. Kategori pertama adalah upaya struktural dan kedua adalah upaya non-struktural.
Seperti apa sih upaya struktural itu? Upaya struktural adalah usaha Pemerintah untuk membangun infrastruktur yang sifatnya teknis untuk menanggulangi bencana. Misalnya, untuk bencana gempa Pemerintah berusaha membangun rumah atau gedung tahan gempa, atau melakukan pengerukan sungai dan pembangunan tebing-tebing sungai untuk mencegah banjir.
Lain lagi dengan upaya non-struktural, adik-adik. Dengan upaya non-struktural Pemerintah berusaha menerapkan peraturan-peraturan Pemerintah supaya upaya struktural yang sudah disebutkan tadi terbantu. Misalnya, Pemerintah menghimbau untuk diadakan penghijauan kembali atau reboisasi, membangun ruang-ruang terbuka seperti taman di daerah yang padat dengan perumahan atau perkantoran, merencanakan fungsi lahan dengan tepat, dan masih banyak contoh lainnya.
Apa sih yang bisa kita lakukan kalau kita menghadapi langsung bencana alam, seperti gempa misalnya? Hmm.. kalau adik-adik sedang berada di sekolah dan tiba-tiba ada gempa bumi yang pertama adik-adik lakukan adalah jangan panik. Pernah dengar posisi “Duck, Cover, and Hold”? Ketika adik-adik merasakan gempa dan benda-benda terlihat tidak seimbang, carilah meja dan segera menunduk di bawahnya sambil melindungi kepala adik-adik. Setelah itu, berpeganglah pada kaki meja sampai gempa berhenti. Konsep ini sudah terbukti efektif, lho.
Tahukah kalian bahwa kebanyakan luka-luka yang dialami korban gempa bumi bukan berasal dari bangunan sendiri tetapi dari benda-benda di dalam bangunan? Sejauh ini, konsep “Duck, Cover, and Hold” dinilai paling efektif sebagai upaya adaptasi ketika gempa terjadi.
Bagaimana dengan tsunami dan banjir? Hmm.. kalau adik-adik bermain di pantai dan melihat perilaku hewan yang aneh, misalnya kelelawar yang biasanya tidur di siang hari mendadak sangat aktif, atau burung yang terbang bergerombol di langit tanpa diketahui ke mana akan perginya, bisa jadi merupakan tanda-tanda akan datangnya tsunami. Kalau adik-adik berada di daerah yang rawan banjir dan melihat langit mulai mendung, sebaiknya adik-adik tidak bermain di dekat sungai. Tidak jarang banjir juga menelan korban jiwa.
Selain itu, tahukah kalian bahwa Indonesia bisa dibilang cukup maju dalam sistem peringatan dini tsunami? Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia atau Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) dibangun untuk melindungi masyarakat Indonesia dari ancaman tsunami. InaTEWS ini mampu memberikan peringatan dini tsunami dalam waktu lima menit setelah gempa yang berpotensi membangkitkan tsunami lho, adik-adik.
Kalau infrastruktur sudah ada, sekarang tinggal masyarakatnya saja yang harus lebih siap siaga untuk menghadapi bencana. Yuk, jangan sedih jika negara kita ditimpa bencana, mari kita contoh budaya penduduk Jepang yang terus optimis dan tekun kerja meskipun sering ditimpa bencana tsunami dan gempa. (*HNA)
Sumber gambar: http://www.ksl.com