Mengapa Kita Tertawa Kalau Digelitik?

Oleh: Agnes Sianipar* (Pakar Neurosains Kognitif)

Mengapa kita tertawa kalau digelitik? Jawabannya… ya karena geli! He he he… Tapi apa hubungannya rasa geli dengan tertawa ya? Nah, mungkin di sini letak persoalannya: Bagaimana rasa geli saat digelitik membuat kita tertawa?

Rasa geli saat digelitik ternyata berbeda dengan rasa geli yang kita rasakan saat ada serangga merayap di kulit kita. Dalam Ilmu Psikologi, rasa geli karena digelitik dikenal dengan sebutan gargalesis. Kalau rasa geli karena ada sentuhan ringan di kulit kita dikenal dengan sebutan knismesis.

Rasa geli knismesis kita alami saat ada nyamuk yang merayap di kulit tangan atau saat ada orang yang berbisik-bisik di telinga kita (membuat telinga kita jadi geli kan…). Rasa geli knismesis biasanya tidak membuat kita tertawa, tapi rasa geli karena digelitik atau gargalesis justru menarik karena membuat kita tertawa lepas.

Rasa geli gargalesis tidak hanya terjadi pada manusia loh…. Simpanse, gorila, dan tikus juga tertawa terkekeh-kekeh kalau digelitik.

Rasa geli gargalesis adalah satu jenis sensasi kulit yang penting dalam pertemanan dan hubungan anak dan orang tua.  Mengapa penting? Karena ketika kita tertawa saat digelitik, kita akan merasakan emosi positif yang sangat penting untuk pertemanan dan keakraban dalam keluarga.

Contohnya, adik bayi akan tersenyum lebar dan terkekeh-kekeh kalau lehernya digelitik oleh bundanya.  Setelah tertawa, adik bayi akan semakin senang bersama bundanya. Tertawa saat digelitik membuat kita bahagia dan menjadi akrab dengan orang yang menggelitik kita.

Selain itu, penelitian lain menunjukkan bahwa tertawa saat digelitik menimbulkan perasaan senang pada orang yang digelitik. Rasa senang ini disebabkan karena peningkatan produksi peptida endorfin di otak saat kita digelitik hingga tertawa.

Tapi bagaimana proses dari rasa geli saat digelitik jadi tertawa? Di seluruh tubuh kita, ada berbagai sel reseptor yang terletak di bawah kulit. Sel-sel reseptor ini berfungsi untuk mendeteksi sensasi di kulit kita. Ada reseptor yang khusus mendeteksi sentuhan halus, getaran, dan tekanan. Ada reseptor yang khusus untuk mendeteksi rasa sakit dan panas, dan ada yang khusus mendeteksi bagaimana posisi bagian-bagian tubuh kita seperti posisi tangan dan kaki. Kalau tidak ada reseptor-reseptor ini kita tidak bisa tahu apa yang kita rasakan di kulit.

Nah, bayangkan kalau telapak kaki kamu digelitik oleh ibumu. Rasa geli gargalesis yang kamu rasakan saat kakimu digelitik akan dideteksi oleh reseptor untuk sentuhan halus dan rasa sakit. Mengapa kok rasa geli gargalesis yang bikin tertawa malah dideteksi reseptor rasa sakit? Ternyata reseptor rasa sakit ini akan membantu otak mengaktivasi kesadaran kita untuk membela diri saat digelitik terus. Iya dong, kalau kita tidak mengelak saat kegelian karena digelitik, waduh… siapa yang tahan… 🙂

Nah, setelah diterima oleh sel-sel reseptor di kulit, jaringan saraf spinothalamic akan mengirim informasi rasa geli tadi ke area otak yang namanya talamus. Oleh talamus, informasi ini akan diteruskan ke area-area otak yang membantu kita memaknai wajah Ibu yang menggelitik kamu, memaknai sensasi di kulit telapak kaki dan mengontrol gerakan. Area-area tersebut adalah serebelum (otak kecil di belakang kepala kita), korteks visual (lokasinya juga di belakang kepala kita tapi di atas serebelum, korteks somatosensoris primerkorteks somatosensoris sekunder, korteks motoris suplementer, dan korteks motoris primer.

Aktivitas di korteks somatosensoris primer dan korteks somatosensoris sekunder membuat kamu sadar akan rasa geli saat telapak kakimu digelitik. Aktivitas di korteks motoris dan korteks motoris suplementer berhubungan dengan sistem gerakan yang penting untuk tertawa lepas, seperti otot-otot wajah, mulut dan tenggorokan, sementara aktivitas di serebelum membantu gerakan kita agar lebih terkontrol.

Selain itu, talamus juga mengirimkan pesan ke area-area otak yang berhubungan dengan emosi, seperti hipotalamus, hippocampus, amygdala, insula, dan periaqueductal grey (PAG). Hipotalamus, berperan untuk menggabungkan informasi dari korteks somatosensoris primer, korteks motoris primer, korteks visual, dan serebelum.

Aktivitas di area-area ini juga membuat kita bisa merasakan emosi positif (sambil tertawa keras) karena tahu kalau yang menggelitik kakimu itu ibumu sendiri. Walaupun mungkin kamu tidak menduga ibu akan menggelitikmu, aktivitas hippocampus, amygdala, periaqueductal grey (PAG), dan insula akan membantu kamu ingat kalau digelitikin oleh ibu itu menyenangkan. Bila kita tidak mengenal siapa yang menggelitik kita dan mengapa dia melakukan itu, tentu kita malah ketakutan atau menangis kan?

Jadi itu semua kira-kira yang kakak bisa jawab soal kenapa kita tertawa saat digelitik. Ternyata jawabannya panjang juga ya. Mudah-mudahan kamu tidak bosan membacanya, dan selalu bersemangat untuk belajar dan bermain.

Sumber gambar: https://www.dreamstime.com/

*Agnes Sianipar meraih gelar sarjana dan master di bidang Psikologi dan doktoral di bidang Neurosains Kognitif. Saat ini bekerja sebagai dosen di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan meneliti masalah emosi dan bahasa.

Tulis komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: